وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Di Kelurahan Pekayon Kec. Pasar Rebo, Jakarta Timur, terdapat 116 RT yang memiliki jumlah penduduk 45.203 Jiwa. Entah berapa sampah berupa botol plastik yang dihasilkan oleh warga dalam sebulan.
Jika Kita, warga bisa kompak mengumpulkan sampah botol plastik ini, mungkin salah satunya bisa digunakan menjadi 'perahu' untuk membersihkan Kali baru atau Setu pedongkelan yang berada di tetangga Kelurahan Pekayon.
Redaksi NP
Bagaimana caranya untuk menarik perhatian umum bahwa dunia yang kita huni ini dalam keadaan sangat gawat ? Sampah bertimbun dimana-mana, mengotori muka bumi ini. Pantai penuh dengan botol-botol plastik kosong terbawa ombak dan terdampar di pantai pasir nan putih. Pertama kita mencoba untuk membersihkan pantai-pantai itu dengan mengumpulkan botol-botol plastik yang terdampar. Setelah terkumpul, membangun perahu layar dengan badan kapal terdiri dari botol-botol plastik. Apakah mungkin? Apakah itu hanya khayalan atau impian saja ? Dengan kerja keras, serta ketekunan yang tinggi dan percaya bahwa ini merupakan suatu tugas mulia, bisa saja menjadi kenyataan. Itulah yang mendorong anak buah kapal dari kapal berbadan botol plastik yang menamakan kapal buatannya "Plastiki”. Enam orang penjelajah berlayar dari San Francisco pada tanggal 20 Maret 2010 dengan tujuan berlayar menuju ke Sydney Australia. Perjalanan yang memakan waktu 3-1/2 bulan ini dengan jarak 11,000 mil, dimana mereka itu sekarang ( waktu laporan ini ditulis) masih harus menempuh 4000 miles lagi untuk sampai di Sydney, Australia. Yang sangat menarik, untuk menempuh pelayaran sejauh itu, kapal layar mereka seluruh badan kapal terdiri dari plastik daur ulang dimana sebahagian besar merupakan bagian agar kapal layar itu mengambang, ialah botol plastik kosong berjumlah 12,500 botol plastik dari botol ukuran 2 liter.
David de Rothschild, Ketua rombongan penjelajah muda ini, merancang kapal layar "Plastiki" sebagai usaha untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya dimana botol-botol plastik yang dianggap sebagai sampah ini sebetulnya dapat dijadikan sumber bahan-bahan yang berguna, tanpa memerlukan keahlian atau alat-alat canggih. Kapal layar yang berukuran 18 meter panjangnya ini, ruangan penumpang dan alat-alat penunjang lainnya dibuat dari plastik SRPER (self-reinforcing polyethylene terepthalate), bahan plastik daur ulang bekas pakai benang plastik tenunan.
Kemudian bahan-bahan bangunan kapal layar ini di-lem dengan perekat yang dibuat dari kacang cashew dan tebu. Layar dibuat dari kain polyethylene, dan sebagai tiang layar pipa aluminium bekas tabung yang dipakai pengairan kebun.
Lunas ganda kapal layar “Plastiki” ini terdiri dari botol-botol plastik kosong yang disusun rapih dan "di-ikat" sangat ketat Botol-botol plastik kosong ini merupakan 68 % dari daya mengambang kapal layar ini. Yang sangat menakjubkan ialah bahwa botol-botol plastik itu semuanya tidak memakai bahan apapun sebagai bahan pelindung dari air laut atau dari udara dan teriknya matahari. Botol-botol plastik kosong ini langsung menyentuh dan mengambang di air laut. Keistemewaan dari botol-botol plastik kosong ini ialah, sebelum tutupnya dipasang rapat-rapat, botol kosong diisi dengan “dry ice”. Setelah “dry ice” itu menjadi gas, membuat botol-botol itu mengembang sepenuhnya. Dengan demikian botol-botol plastik kosong itu menjadi keras dan tidak akan penyot-penyot karena tekanan dari air laut.
Kapal layar ini digerakkan oleh motor listrik dimana tenaga listriknya hasil dari berbagai cara, seperti Solar Panel, speda genjot yang memutarkan generator listrik, kincir angin dan turbin listrik yang dipasang dibawah peremukaan air laut. Alat “desalinator” ( merubah air laut menjadi air tawar untuk air minum), alat ini dijalankan dengan tenaga manusia (genjotan). Kapal layar Plastiki tidak mempunyai lemari es, oleh karena itu sayur-sayuran dihasilkan dengan cara bertanam diatas air (hydroponically). Air yang dipakai adalah air kencing yang sudah disaring dan dibersihkan.
Dengan mengambil berkahnya dari pelayaran ini, de Rothschild dan anggota rombongan lainnya bukan saja mencoba agar masyarakat banyak dapat mendapat pelajaran bahwa "sampah" itu dapat merupakan sebagai sumber yang ada kegunaanya. "Sampah" bukan merupakan sebagai "kesalahan" dari kehidupan masa kini dan hanya mengotori muka bumi ini saja. Mudah-mudahan dengan pelayaran Kapal Layar Plastiki ini dapat memberikan kesan yang mendalam bahwa pemikiran "lahir" terus "dikubur", perlahan-lahan dapat dirubah menjadi dasar pemikiran ” lahir untuk dilahirkan kembali”. Sampah adalah bikinan manusia, kita juga yang harus memikirkan bagaimana untuk memanfaatkan “sampah” ini demi untuk kebahagiaan dan kebaikan manusia generasi yang akan datang. Kalau manusia mati harus dikubur…memang begitu aturannya. Ini semua dapat dikatakan…."Wahai,... ini adalah pesan dari 12,500 botol plastik kosong"…………..
Dari perjalanan Kapal Layar Berlunas Ganda "Plastiki" dari Pantai Barat Amerika Serikat ke Sydney , Australia mengarungi Samudra Pacific selama berbulan-bulan dengan jarak 10,000 miles dan tiba dengan selamat di tujuan, apa kiranya yang dapat kita petik sebagai bahan pelajaran.
Pertama yang masuk dalam pikiran kita itu ialah, rupanya apa yang disebut "sampah" itu, dalam hal ini botol plastik dari 2 liter, masih ada kegunaanya dan juga ternyata "sampah" itu dapat bertahan lama dalam menjelajahi Samudra Pacific, berbulan-bulan mengapung dilautan lepas, membawa 4 penumpang beserta segala peralatannya selamat sampai di tujuan.
Membangun Kapal Layar "Plastiki", hanya dengan cara melekatkan botol-botol plastik satu dan lainnya dengan bahan perekat alami, kemudian botol plastik itu di-isi dengan "dry ice" dan dibentuk sebagai lunas kapal layar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seperti apa yang diperkirakan. Dalam hal ini sebagai lunas kapal mengapungkan badan kapal dipermukaan air laut serta dapat diarahkan dengan baik dalam usaha-usaha berlayar dengan tenaga angin.
Lunas kapal dari botol plastik ini sudah dibuktikan merupakan bahan yang kuat, bahan yang dapat diandalkan dalam mengarungi Samudra, tentunya akan berguna dan aman kalau dipakai dilautan lepas pantai. Dengan memakai konstruksi serta cara pembuatan sejajar dengan pembuatan Kapal Layar "Plastiki" itu. Membuka pintu lebar-lebar untuk ditrapkan dalam pembangunan Perahu Layar Nelayan Berlunas Ganda dan memakai bahan botol plastik sebagai bahan bakunya. Dengan bertumpuknya sampah-sampah di kota-kota besar, tentunya termasuk botol-botol plastik, merupakan bahan baku yang banyak serta merupakan bahan baku "jadi tinggal pakai". Tidak perlu diolah lebih lanjut, tidak memerlukan peralatan-peralatan apapun. Ini merupakan suatu jalan keluar yang paling baik untuk "memanfaatkan" sampah botol plastik dari berbagai ukuran. Disamping membersihkan lingkungan juga dapat dimanfaatkan ditempat lain sebagai alat dalam usaha menyerap tenaga, terutama bagi nelayan-nelayan dikota-kota sepanjang pantai.
Fakultas Teknik dari Universitas di seluruh Nusantara dapat "menciptakan" Perahu Nelayan Berlunas Ganda dari botol plastik ini. Dengan tambahan seperti "inajinasi", "inovasi" disertai dengan "akal" dalam menggunakan bahan yang seadanya menjadi sesuatu yang nyata dan berguna bagi kehidupan sehari-hari. Mudah-mudahan Perahu Nelayan Berlunas Ganda dari botol plastik akan menjadi kenyataan dalam waktu dekat. Dan akan merupakan peralatan yang sangat berguna dan sangat membantu dalam usaha-usaha menaikkan taraf hidup para nelayan diseluruh Nusantara.
Seperti pepatah:" Berikan mereka itu alat untuk memancing daripada diberi ikannya".
===MangSi110111===
Pada tulisan pertama, diumpamakan kalau ada seseorang atau sebuah badan usaha memulai dengan meminta msyarakat untuk mengumpulkan sampah sisa-sisa makanan untuk dimasukkan kekantong plastik dan dijanjikan akan dikumpulkan dengan memberikan imbalan berupa uang tunai atau kupon bahan sembako. Kemungkinan adanya seseorang atau sebuah badan usaha untuk berbuat begitu, sangat tipis. Bahkan mendekati seperti pepatah "pungguk merindukan bulan".
Bagaiman jika kita melakukan jalan yang lebih praktis, lebih mendasar dan lebih gampang dalam melaksanakannya. Marilah kita menerima dengan sungguh-sungguh akan kata-kata:" Tidak akan ada perubahan kepada suatu kaum, kalau kaum itu sendiri tidak berusaha untuk mengadakan perubahan".
Marilah kita memulai untuk berusaha mengadakan perubahan dikalangan kita sendiri yaitu diantara tetangga- tetangga se "RT". Seyogianya dibicarakan dan diusulkan dalam pertemuan warga se "RT". Pertama, sepakat bahwa sampah sisa-sisa makanan atau sisa bahan makanan yang terbuang untuk dikumpulkan dimasing-masing rumah dan tidak dibuang sebagai sampah. Sisa-sisa makanan itu dikubur dilahan sekitar rumah, dengan menggali lubang. Setelah penuh lubang itu ditutup dengan tanah dan diratakan. Kemudian menggali lubang lainnya dan diisi dengan sisa-sisa makanan. Demikian seterusnya. Setiap lubang yang sudah ditutup setiap hari disirami dengan air. Air bekas mencuci makanan, atau air bekas mencuci beras.
Untuk mendapatkan tempat penanaman cabe merah yang lebih banyak, dapat saja ditanam didalam pot dengan memakai tanah yang diambil dari lubang galian sampah itu. Pot dapat dibeli melalui Koperasi. Pembelian pot dengan jumlah besar akan menurunkan harga. Setelah waktu tertentu, 3 bulan kemudian misalnya, seluruh warga RT berembug untuk mengumpulkan dana untuk membeli benih cabe merah. Benih cabe merah dibagikan dengan rata kepada setiap warga yang telah melakukan pembuangan sampah sisa makanannya di belakang rumah masing-masing. Setiap warga menanam benih cabe merah itu disekitar rumahnya.
Dibentuk "Koperasi" untuk menangani pengumpulan cabe merah nanti kalau sudah waktunya dipetik dan juga untuk usaha memasarkannya. Setiap warga menyerahkan hasil panennya, setelah diambil untuk keperluan sendiri, kepada "Koperasi". Hasil penjualan dibagikan kepada para warga berdasarkan jumlah cabe merah yang diserahkan didasarkan atas berat cabe merah itu. Sebahagian uang yang terkumpul dari hasil penjualan disimpan di "Koperasi". Dana ini untuk pembelian benih cabe atau benih tanaman bumbu dapur lainnya untuk ditanam kelak.
Setelah panen, batang dan daun cabe merah ini dipotong-potong dan di"kubur" dilahan dibelakang rumah, jangan lupa untuk disirami air setiap harinya. Kemudian memulai kembali menanam cabe merah atau menanam tanaman bumbu dapur lainnya. Mengingat harga cabe merah dipasaran, mungkin lebih baik untuk beberapa kali setelah panen menanam cabe merah lagi. Sebelum mencoba menanam dan memasarkan tanaman bumbu dapur lainnya.
Disamping usaha menanam cabe merah, juga diusahakan bersama dalam pengumpulan barang-barang "sampah" lainnya. Botol plastik, botol dari gelas, kaleng dan kertas-kertas serta karton. Juga "sampah" ini dijual ke badan usaha yang mengolah daur ulang "sampah" seperti itu tentu melalui Koperasi. Anggota warga yang tidak bekerja, mungkin pensiunan, diminta untuk menjadi para pekerja usaha "daur ulang" ini. Tentu diberi imbalannya. Disamping mereka akan mendapatkan kesibukan dalam usaha-usaha meluruskan otot-otot juga melatih otak untuk bekerja terus. Usaha untuk berolah-raga yang menghasilkan usaha nyata bagi RT dan lingkungan, seluruh RT bebas sampah. Suatu usaha yang patut dibanggakan.
Mudah-mudahan dimulai dari satu RT/RW akan menjalar ke RT/RW lainnya diseluruh kota. Seluruh kota bersih dari sampah, mengurangi adanya lalat yang nantinya menghasilkan lingkungan yang lebih sehat. Pembuangan sampah dari pasar-pasar tradisionil, seyogianya adalah tanggung jawab Kotapraja. Atau Kotapraja mengkontrakkan usaha pengumpulan dan pengangkutan sampah ini kepada swasta. kalau usaha sampah ini dimaksudkan untuk di"daur ulang" sebaiknya Kotrapraja memberikan kelonggaran dalam perpajakan umpamanya atau memberkan insentip lainnya. Mungkin dengan memberikan modal usaha dengan bunga yang rendah dari BPR.
Kemauan untuk merubah keadaan akan menghasilkan suatu perubahan yang akan menguntungkan para perubah itu sendiri dan menjalarkan usaha perubahan ini kepada kaum lainnya.
Kalau kita melihatnya dari segi "Daur Ulang", sebetulnya tidak ada apa yang dinamakan "sampah". Yang perlu dibuang jauh-jauh dengan dikubur atau dibakar hanya mayat dan bangkai. Selainnya dapat di-daur ulang dan dapat di-"uangkan". Kunci utamanya adalah "dapat di-uangkan". Bila masyarakat banyak, berpikir bahwa apa itu yang dinamakan "sampah" dapat diuangkan, mereka tak akan membuangnya begitu saja. Kemudian diberi jalan "bagaimana menguangkan sampah itu". Kalau ada seseorang atau badan usaha yang menyatakan :" masukkan sampah dapur sisa-sisa bahan makanan didalam kantong plastik", nanti akan kami ambil dan diberikan harga sekian rupiah setiap kilonya. Walaupun serupiah sekilo, para ibu-ibu RT akan mikir dua kali untuk membuangnya. Atau mungkin dengan jalan memberikan "kupon" untuk kantong plasrtik yang diambil. Dan setelah kupon terkumpul, si Ibu RT dapat meng-uangkanya di tempat tertentu. Atau mengganti kupon itu dengan bahan sembako.
Tentu disusul dengan, satu kantong hanya botol-botol dari gelas, satu kantong hanya botol plastik, satu kantong hany kaleng-kaleng, dst,dst. Bila ini menjadi kenyataan, apakah kiranya akan ada "sampah" bertumpuk dipasar atau dimana saja diseluruh kota ?
Sampah sisa-sisa makanan diolah untuk dijadikan pupuk, kemudian pupuk ini dijual kepada Ibu-ibu RT disertai benih cabe merah gratis. Dengan perjanjian agar menanam cabe merah ini dibelakang rumahnya. Kalau panen semua hasilnya akan dibeli. Hubungi nomer HP ini. Kalau satu RT semua rumah menanam cabe merah dibelakang rumahnya, bayangkan kalau Kota Bandung sebahagian besar rumah-rumahnya ada kebon cabe dibelakang rumah. Mungkin berkwintal-kwintal hasilnya kalau panen. Tak memerlukan perkebunan yang luas, tak perlu memerlukan peralatannya seperti traktor. Pasaran untuk cabe merah dapatr dijamin selama ada restoran Padang.
Disamping menambah penghasilan Ibu-ibu RT, juga sang Ibu tak perlu membeli keperluan bumbu dapur. Diatur sedemikian rupa bahwa satu RT menanam cabe merah, RT lainnya menanam cengek, RT yang lainnya kencur, RT yang lainnya jahe, RT yang lainnya koneng, bawang, seledri dllnya.
Aalangkah baiknya usaha setiap RT ini dikelola oleh "Koperasi", diketuai oleh Ketua RT.
Mungkin akan timbul persoalan baru. Pasar tradisionil sepi, karena tidak ada Ibu-ibu belanja bumbu dipasar. Atau mungkin Pasar Tradisionil mati. Namun kemungkinan muncul Toko-toko baru yang menjual sayuran,daging dsbnya dengan peralatan modern, seperti lemari pendingin. Lemari-lemari ini disamping disi dengan sayuran dan buah-buahan juga diisi dengan botol-botol miinuman segar. botol-botol minuman rasa jeruk nipis, jeruk ini jeruk itu, minuman jahe, minuman asem, es teler atau "goyobod' ( aya keneh anu ngicalan goyobod, Ncep Wildan?).
Pasar tradisinil mati, tumbuh toko-toko macam ini. Malah mungkin lebih menguntungkan bagi si Ibu RT, tidak perlu pergi jauh-jauh kepasar kalau setiap RT ada toko seperti ini. Disamping timbul usaha-usaha baru untuk memprodusir barang dagangan baru. Minuman rasa buah-buahan akan timbul, kita mempunyai 1001 macam buah-buahan.
==sn081511==