وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Karena masih dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, Kami, keluarga kecil @NegeriPelangi, ingin mengucapkan Taqabbalallahu minna waminkun, mohon maaf lahir dan batin. Mudah-mudahan ibadah puasa selama Ramadhan kemarin dapat membuat kita menjadi manusia yang lebih baik.
Ketika di kampung, tepatnya di Singaparna, Tasikmalaya, ketika jalan-jalan pagi menuju rumah seorang sahabat di Ciseda, sempat memfoto beberapa "pemandangan" yang insyaAllah bisa jadi bahan instrospeksi kita bersama.
Tumpukan sampah di pinggir jalan .., letaknya tidak terlalu jauh dari Masjid Agung Singaparna, tahun kemarin pun menumpuk begitu saja, tidak ada perubahan sampai saat ini. Ketika bertanya ke penduduk sekitar, memang di kampung ini, tidak ada petugas sampah dari RT setempat yang keliling mengumpulkan sampah dari rumah penduduk, masing-masing rumah mengurus sampahnya sendiri, entah di buang ke kali atau ditumpukkan di pinggir jalan seperti ini, menunggu diambil oleh truk dari dinas kebersihan, entah, jadwalnya berapa kali dalam seminggu.
Di Jalan Menuju Kudang, terlihat adanya saluran PDAM yang bocor, setelah dilihat lebih dekat ternyata yang bocor adalah saluran PDAM ke rumah warga yang menggunakan pipa PVC, pipa PVC nya retak, sepertinya terjatuh benda yang dibuang oleh warga sekitar ke sana, terlihat banyak sampah menumpuk di atasnya
Tidak jauh dari kudang, ada Pesantren Al-Muqowwamah, teringat ketika sekolah di SMAN 1 Singaparna, pernah sekali main ke Pesantren ini ketika SMA, karena kebetulan ada sahabat yang menjadi santri di pesantren ini. Ketika melihat atap masjid pesantren ini yang datar, di dalam hati saya berdoa, mudah-mudahan percobaan aquaponik (Integrated Aquacultur) dan hidroponik yang sekarang sedang giat dilaksanakan di rumah dan di MTs SJW Ciderum, Bogor, dalam beberapa bulan kedepan mendapatkan hasil yang memuaskan, sehingga atap masjid ini bisa lebih banyak membawa manfaat dengan mengubahnya menjadi “rooftop garden”, ada beberapa metode yang bisa digunakan, dan dijelaskan dalam buku "Eat Up : the inside scoop on rooftop agriculture", mudah-mudahan jamaah masjid ini dapat menerima ide-ide yang akan dipaparkan nanti.
Ketika sampai Ciseda, agak terkejut juga, ternyata sekarang di Pesantren Manarul Hikam sudah dibuka SMPIT, mudah-mudahan dengan dibukanya sekolah ini dapat memberikan manfaat yang banyak ke penduduk sekitar
Alhamdulillah, selain jalan-jalan keliling kampung bersilaturahmi bertemu keluarga dan sahabat, sempat menyemai 3 buah bunga, tidak banyak yang disemai, wadah biru Zimbia (waktu sprout 7 hari), wadah merah Maiden Pink (waktu sprout 14 hari), dan wadah hijau African Marigold (waktu sprout 14 hari). Usia semaian ini baru 7 hari.
Alhamdulillah …, salah satu oleh-oleh jalan pagi. Akhirnya salah satu tanaman air yang sudah sejak lama saya cari-cari, terakhir kali kesini, saya mencari-cari tanaman ini, ternyata pertama kali yang saya dapatkan salah, ketika diambil memang awalnya kecil, ternyata membesar, tanaman air yang saya dapatkan dulu hampir ada di setiap sawah yang saya lalui, namanya apu-apu/kayu apu/kayambang besar (Pistia stratiotes). Kali ini, Alhamdulillah, saya menemukan apa yang dicari, Kayambang Kecil (Azolla Caroliniana), menemukannya di tempat pembenihan ikan gurame di samping SMAN 1 Singaparna, sekolah saya dulu. Ketika melihatnya langsung saja saya silaturahmi ke penghuni rumah di samping pusat pembenihan itu, namanya Pak Nana. Awalnya saya Tanya, berapa harga azolla ini, Pak Nana menjawab “Ah sok nyandak we… (ah…, ambil saja)”, akhirnya saya mengambil kantong plastik hitam yang dibuang di samping kolam pembenihan (ya .., lagi-lagi sampah plastik yang dibuang sembarangan .. :( ), Pak Nana langsung ke belakang rumah, dan ternyata membawa serokan ikan. Setelah memasukkan azolla ke dalam plastik, saya ngobrol-ngobrol kecil dengan Pak Nana, apa ada kerjasama dengan SMAN 1 Singaparna ? misal terkait dengan budidaya ikan. Katanya tidak ada, tidak pernah ada kegiatan siswa yang pusat pembenihan ikan ini, karena di SMAN 1 Singarpana tidak ada jurusan perikanan; ternyata tidak berbeda sejak saya sekolah dulu disini (1999-2002), selama 3 tahun belajar, tidak ada guru yang berinisiatif mengajak siswa-siswinya memanfaatkan pusat pembenihan ikan ini sebagai salah satu media belajar. Kemudian, saya juga tanyakan, apa Pak Nana pernah mendengar aquaponik … ? jawaban nya tidak. Akhirnya saya ceritakan sekilas apa aquaponik itu. Tidak lama kemudian saya pamit melanjutkan jalan-jalan pagi. insyaAllah, lain kali saya pulang kampung, Pak Nana adalah salah satu sahabat baru yang wajib dikunjungi .., ingin berbagi lebih lanjut tentang perikanan terutama dengan metode aquaponik. Mudah-mudahan nanti bisa ditularkan ke sekolah-sekolah ada ke masyarakat sekitar ilmunya.
Dari jalan-jalan pagi menuju rumah seoarang sahabat pagi ini dan pekerjaan kecil kemarin ketika Ramadhan menyempurnakan AlisJK (Analisis Lembar Jawaban Komputer), banyak yang disempurnakan, termasuk fitur alokasi, mirip seperti alokasi pada program SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Ada baiknya, ketika penerimaan masuk siswa baru, terutama untuk tingkat SMA, setiap kelas 10 nya diberi tema, misalkan Kelas 10 A bertema IWRM (Integrated Water Resource Management), kelas 10 B bertema ISWM (Integrated Solid Waste Management), kelas 10 C bertema Integrated Aquaculture (Budidaya Ikan Terpadu), kelas 10 D bertema Integrated Farming (Pertanian Terpadu), dan masih banyak tema lainnya. Jadi ketika siswa mendaftar di sekolah, bisa jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK, di formulir pendaftarannya ada pilihan, ini kelas yang bertema apa ? jumlah pilihaannya disesuaikan dengan jumlah kelas 1/7/10 yang ada, sebisa mungkin jumlah tema sama dengan jumlah kelas per tingkatnya, jadi setiap kelas memiliki tema masing-masing. tentu saja, tema yang dipilih harus sesuai dengan perkembangan daya pikir peserta didik. Proses seleksi dan alokasi nya sama persis dengan proses seleksi SBMPTN. insyaAllah, untuk hal teknis (baca : sistem informasi) terkait proses seleksi dan alokasi ini, AlisJK sudah dapat digunakan, beberapa tema yang disebutkan diatas pun sudah kita rintis pelan-pelan, jika ada sahabat yang tertarik dengan ide ini, dan ingin berdiskusi bersama-sama, silahkan kirim email ke info@negeripelangi.org, insyaAllah nanti akan di undang ke milis khusus yang mendiskusikan hal ini.
Mudah-mudahan, 1 tahun kedepan, ada kemajuan berarti yang dicapai dari ide ini, sehingga, kemenangan yang kita dapatkan sesudah menempuh ibadah suci di bulan Ramadhan bukan hanya kemenangan pada aspek ruhiahnya saja, tapi juga pada aspek “sosial, ekonomi dan kultur” yang insyaAllah di ridhoi Allah SWT. Kalau di ridhoi oleh Allah SWT, tentu saja diridhoi oleh para Malaikat dan para Syuhada yang sudah lebih dulu ”mudik” ke kampung akhirat. Amiin …
Beberpa hari yang lalu, saya berjalan-jalan ke Jersey City, salah satu Kota Besar di Negara Bagian New Jersey. Dipinggir jalan saya melihat kotak segi empat dengan ketinggian kira-kira 2 meter. Kotak itu ditempatkan disudut jalan dimana biasanya orang berdiri menunggu lampu lalu-lintas berganti ke warna hijau unruk menyeberang jalan.
Tong sampah ini diperuntukkan sebagai tempat pembuangan sampah bagi pejalan kaki. Jadi sampah yang enteng-enteng, seperti cangkir kertas, kotak roko, surat kabar, dan sebagainya. Tutup tong sampah itu lain daripada yang lain. Tutup kotak bukan terbuat dari plastik seperti bagian lain dari kotak tong sampah itu, ternyata tutupnya terbuat dari gelas.
Lebih dekat lagi dilihat, ternyata tutup kotak iru terbuat dari gelas atau plastik yang berkotak-kotak berwarna agak kebiru-biruan. Saya berkeliling kotak itu untuk mencari tahu lebih lanjut. Ternyata disalah satu bagian kotak itu tertulis "Solar Compactor". Apakah ini alat pembuangan sampah "pintar".
Memang begitu, kalau jumlah sampah didalan kotak itu sampai menumpuk pada ketinggian tertentu, secara otomatis sampah-sampah didalamnya di"tekan" kedasarnya, dengan demikian penyediaan ruangan dalam kotak sampah itu untuk sampah-sampah yang baru dibuang secara otomatis tersedia. Kemungkinan sampah menumpuk sampai berjatuhan dari kotak itu dapat dihindari. Malah, katanya, tong sampah ini dapat dipasang alat sensor dan GPS, sehingga setiap tong sampah yang penuh secara otomatis "memberitahukan" ke kantor pengumpulan sampah kota. Dengan demikian para pegawai pengumpulan sampah kota dapat bekerja lebih baik lagi dan tidak membuang waktu percuma, mencari dan melihat tong sampah mana diseluruh kota yang perlu dikosongkan. Keuntungan lain ialah, sampah-sampah tidak berjatuhan sekitar tong sampah, dengan demikian menghindari tikus-tikus serta burung-burung yang datang untuk mencari sisa-sisa makanan.
Tutup tong sampah itu ternyata adalah "solar panel" yang mengisi batere dan batere memutarkan motor listrik dimana motor listrik ini dengan memakai gigi-gigi, menaikkan dan menurunkan "alat" untuk menekan permukaan sampah sejauh mungkin kedasar tong sampah itu. Dengan demikian akan selalu tersedia ruangan untuk menampung sampah-sampah yang baru dibuang. Tidak terlihat tong sampah lainnya, yaitu tong sampah khusus untuk pembuangan kaleng soda atau botol plastic minuman.
Kalaupun ada tong sampah untuk botol plastik, sebaiknya tong sampah yang dilengkapi dengan alat untuk menjadikan botol-botol itu dipotong berkeping-keping, dengan demikian menghemat ruangan dan menghemat tenaga dan waktu dalam mengosongkan tong-tong sampah itu. Mungkin "Trash Compactor" dengan ruangan sampah yang lebih besar, dan memakai Tenaga Surya sebagai tenaga penggerak dapat disediakan di Pasa-pasar Tradisionil atau di tempat-tempat yang banyak yang berjualan makanan diseluruh kota. Tong sampah seperti ini khusus diperuntukkan untuk sampah sisa-sisa makanan atau sayuran yang sampah-sampah seperti ini dapat diolah kembali untuk menjadi pupuk. Idealnya tong sampah seperti ini dapat dinaikkan ke chassis truk untuk diangkut ketempat pembuatan pupuk. Jadi mengangkut Tong Sampah Padat (TSP) kosong ditempatkan di pasar-pasar dan kembali mengangkut TSP penuh ke tempat pengolahan daur ulang.
Mengingat tutup tong sampah itu adalah "Solar Panel", kalau untuk dipakai di tanah air, sebaiknya "Solar Panel" ini dipasang diatas tiang. Dan tiangnya dilengkapi dengan lampu LED, dengan demikian disiang hari Tenaga Suryanya dipakai untuk tenaga penggerak TSP, dan malam harinya dipakai sebagai penerangan jalan. Juga membuka jalan diatas tiang itu dipasang "kamera" yang dihubungkan langsung dengan Polsek setempat melalui satelit.
Pada bulan Desember penulis merencanakan untuk melakukan percobaan untuk membuat komposter takakura untuk digunakan di rumah, dengan harapan, jika berhasil dapat menularkan ilmu dan caranya kepada para tetangga.
Cara nya bagaimana sudah jelas, bisa membaca presentasi dari Pak Sobirin yang berjudul "Cara Pengolahan Sampah Domestik, Membangun Lingkungan Sehat Berbasis Kreativitas Keluarga".
Penulis dan Istri sudah membeli keranjang, seharga Rp. 85.000,-. Gambar keranjangnya seperti berikut :
Selain keranjang yang dibeli adalah tapai, untuk membuat MOL (Mikro Organisme Lokal).
Selanjutnya, yang diperlukan adalah sekam, sesudah mencari-cari di tukang tanaman hias, yang didapatkan hanya sekam bakar .., dan berhari-hari sejak itu, belum sempat jalan-jalan lagi untuk mencari sekam .. :(.
Ya, akhirnya rencana awal ini gagal karena hanya masalah sepele, tidak ada sekam.
Tapi sebenarnya ada satu lagi yang menjadi penyebab kegagalan, apa tebak ? komunikasi. Ya, komunikasi antar anggota keluarga. Karena menyampaikan ide ini kepada sesama keluarga setengah-setangah, tidak dilakukan pertemuan keluarga, presentasi dan mendiskusikan jika progam nol sampah di rumah ini efek sistemasi positif yang akan terjadi seperti apa ...
Karena penyebab itu lah, 'ruh semangat nol sampah', masih kurang terasa di rumah penulis ...
Tetapi setidaknya penulis masih bisa melakukan satu hal kecil terkait program nol sampah ini, yaitu mulai menanam benih-benih cabai dengan memanfaatkan kaleng-kaleng dan botol-botol bekas.
Karena penulis masih miskin tentang penanaman cabai ini, hanya mengikuti how-to sederhana yang dapat dibaca di http://pkm.openthinklabs.com/home/topik/lingkungan-environment/apotek-hidup/referensi/kliping-tanaman-apotek-hidup/cabai/kliping-artikel/bertanam-cabe-di-polybag, hanya bisa berharap semoga 15 hari lagi ada kabar gembira tentang uji coba kecil ini .. :).
Album tentang Program Nol Sampah Negeri Pelangi, dapat dilihat di album Mewujudkan Visi Nol Sampah menjadi Kenyataan!
Ok, mungkin cukup dari penulis ..
Sekarang, bagaimana program nol sampah di rumah Sobat ? Tuliskan pengalamannya dan kirim ke info@negeripelangi.com atau tulis saja langsung di bagian komentar pada artikel ini.
Mari, Kita belajar lebih 'menyayangi' sampah .., mulai dari sekarang!
Di Kelurahan Pekayon Kec. Pasar Rebo, Jakarta Timur, terdapat 116 RT yang memiliki jumlah penduduk 45.203 Jiwa. Entah berapa sampah berupa botol plastik yang dihasilkan oleh warga dalam sebulan.
Jika Kita, warga bisa kompak mengumpulkan sampah botol plastik ini, mungkin salah satunya bisa digunakan menjadi 'perahu' untuk membersihkan Kali baru atau Setu pedongkelan yang berada di tetangga Kelurahan Pekayon.
Redaksi NP
Bagaimana caranya untuk menarik perhatian umum bahwa dunia yang kita huni ini dalam keadaan sangat gawat ? Sampah bertimbun dimana-mana, mengotori muka bumi ini. Pantai penuh dengan botol-botol plastik kosong terbawa ombak dan terdampar di pantai pasir nan putih. Pertama kita mencoba untuk membersihkan pantai-pantai itu dengan mengumpulkan botol-botol plastik yang terdampar. Setelah terkumpul, membangun perahu layar dengan badan kapal terdiri dari botol-botol plastik. Apakah mungkin? Apakah itu hanya khayalan atau impian saja ? Dengan kerja keras, serta ketekunan yang tinggi dan percaya bahwa ini merupakan suatu tugas mulia, bisa saja menjadi kenyataan. Itulah yang mendorong anak buah kapal dari kapal berbadan botol plastik yang menamakan kapal buatannya "Plastiki”. Enam orang penjelajah berlayar dari San Francisco pada tanggal 20 Maret 2010 dengan tujuan berlayar menuju ke Sydney Australia. Perjalanan yang memakan waktu 3-1/2 bulan ini dengan jarak 11,000 mil, dimana mereka itu sekarang ( waktu laporan ini ditulis) masih harus menempuh 4000 miles lagi untuk sampai di Sydney, Australia. Yang sangat menarik, untuk menempuh pelayaran sejauh itu, kapal layar mereka seluruh badan kapal terdiri dari plastik daur ulang dimana sebahagian besar merupakan bagian agar kapal layar itu mengambang, ialah botol plastik kosong berjumlah 12,500 botol plastik dari botol ukuran 2 liter.
David de Rothschild, Ketua rombongan penjelajah muda ini, merancang kapal layar "Plastiki" sebagai usaha untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya dimana botol-botol plastik yang dianggap sebagai sampah ini sebetulnya dapat dijadikan sumber bahan-bahan yang berguna, tanpa memerlukan keahlian atau alat-alat canggih. Kapal layar yang berukuran 18 meter panjangnya ini, ruangan penumpang dan alat-alat penunjang lainnya dibuat dari plastik SRPER (self-reinforcing polyethylene terepthalate), bahan plastik daur ulang bekas pakai benang plastik tenunan.
Kemudian bahan-bahan bangunan kapal layar ini di-lem dengan perekat yang dibuat dari kacang cashew dan tebu. Layar dibuat dari kain polyethylene, dan sebagai tiang layar pipa aluminium bekas tabung yang dipakai pengairan kebun.
Lunas ganda kapal layar “Plastiki” ini terdiri dari botol-botol plastik kosong yang disusun rapih dan "di-ikat" sangat ketat Botol-botol plastik kosong ini merupakan 68 % dari daya mengambang kapal layar ini. Yang sangat menakjubkan ialah bahwa botol-botol plastik itu semuanya tidak memakai bahan apapun sebagai bahan pelindung dari air laut atau dari udara dan teriknya matahari. Botol-botol plastik kosong ini langsung menyentuh dan mengambang di air laut. Keistemewaan dari botol-botol plastik kosong ini ialah, sebelum tutupnya dipasang rapat-rapat, botol kosong diisi dengan “dry ice”. Setelah “dry ice” itu menjadi gas, membuat botol-botol itu mengembang sepenuhnya. Dengan demikian botol-botol plastik kosong itu menjadi keras dan tidak akan penyot-penyot karena tekanan dari air laut.
Kapal layar ini digerakkan oleh motor listrik dimana tenaga listriknya hasil dari berbagai cara, seperti Solar Panel, speda genjot yang memutarkan generator listrik, kincir angin dan turbin listrik yang dipasang dibawah peremukaan air laut. Alat “desalinator” ( merubah air laut menjadi air tawar untuk air minum), alat ini dijalankan dengan tenaga manusia (genjotan). Kapal layar Plastiki tidak mempunyai lemari es, oleh karena itu sayur-sayuran dihasilkan dengan cara bertanam diatas air (hydroponically). Air yang dipakai adalah air kencing yang sudah disaring dan dibersihkan.
Dengan mengambil berkahnya dari pelayaran ini, de Rothschild dan anggota rombongan lainnya bukan saja mencoba agar masyarakat banyak dapat mendapat pelajaran bahwa "sampah" itu dapat merupakan sebagai sumber yang ada kegunaanya. "Sampah" bukan merupakan sebagai "kesalahan" dari kehidupan masa kini dan hanya mengotori muka bumi ini saja. Mudah-mudahan dengan pelayaran Kapal Layar Plastiki ini dapat memberikan kesan yang mendalam bahwa pemikiran "lahir" terus "dikubur", perlahan-lahan dapat dirubah menjadi dasar pemikiran ” lahir untuk dilahirkan kembali”. Sampah adalah bikinan manusia, kita juga yang harus memikirkan bagaimana untuk memanfaatkan “sampah” ini demi untuk kebahagiaan dan kebaikan manusia generasi yang akan datang. Kalau manusia mati harus dikubur…memang begitu aturannya. Ini semua dapat dikatakan…."Wahai,... ini adalah pesan dari 12,500 botol plastik kosong"…………..
Dari perjalanan Kapal Layar Berlunas Ganda "Plastiki" dari Pantai Barat Amerika Serikat ke Sydney , Australia mengarungi Samudra Pacific selama berbulan-bulan dengan jarak 10,000 miles dan tiba dengan selamat di tujuan, apa kiranya yang dapat kita petik sebagai bahan pelajaran.
Pertama yang masuk dalam pikiran kita itu ialah, rupanya apa yang disebut "sampah" itu, dalam hal ini botol plastik dari 2 liter, masih ada kegunaanya dan juga ternyata "sampah" itu dapat bertahan lama dalam menjelajahi Samudra Pacific, berbulan-bulan mengapung dilautan lepas, membawa 4 penumpang beserta segala peralatannya selamat sampai di tujuan.
Membangun Kapal Layar "Plastiki", hanya dengan cara melekatkan botol-botol plastik satu dan lainnya dengan bahan perekat alami, kemudian botol plastik itu di-isi dengan "dry ice" dan dibentuk sebagai lunas kapal layar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seperti apa yang diperkirakan. Dalam hal ini sebagai lunas kapal mengapungkan badan kapal dipermukaan air laut serta dapat diarahkan dengan baik dalam usaha-usaha berlayar dengan tenaga angin.
Lunas kapal dari botol plastik ini sudah dibuktikan merupakan bahan yang kuat, bahan yang dapat diandalkan dalam mengarungi Samudra, tentunya akan berguna dan aman kalau dipakai dilautan lepas pantai. Dengan memakai konstruksi serta cara pembuatan sejajar dengan pembuatan Kapal Layar "Plastiki" itu. Membuka pintu lebar-lebar untuk ditrapkan dalam pembangunan Perahu Layar Nelayan Berlunas Ganda dan memakai bahan botol plastik sebagai bahan bakunya. Dengan bertumpuknya sampah-sampah di kota-kota besar, tentunya termasuk botol-botol plastik, merupakan bahan baku yang banyak serta merupakan bahan baku "jadi tinggal pakai". Tidak perlu diolah lebih lanjut, tidak memerlukan peralatan-peralatan apapun. Ini merupakan suatu jalan keluar yang paling baik untuk "memanfaatkan" sampah botol plastik dari berbagai ukuran. Disamping membersihkan lingkungan juga dapat dimanfaatkan ditempat lain sebagai alat dalam usaha menyerap tenaga, terutama bagi nelayan-nelayan dikota-kota sepanjang pantai.
Fakultas Teknik dari Universitas di seluruh Nusantara dapat "menciptakan" Perahu Nelayan Berlunas Ganda dari botol plastik ini. Dengan tambahan seperti "inajinasi", "inovasi" disertai dengan "akal" dalam menggunakan bahan yang seadanya menjadi sesuatu yang nyata dan berguna bagi kehidupan sehari-hari. Mudah-mudahan Perahu Nelayan Berlunas Ganda dari botol plastik akan menjadi kenyataan dalam waktu dekat. Dan akan merupakan peralatan yang sangat berguna dan sangat membantu dalam usaha-usaha menaikkan taraf hidup para nelayan diseluruh Nusantara.
Seperti pepatah:" Berikan mereka itu alat untuk memancing daripada diberi ikannya".
===MangSi110111===
Pada tulisan pertama, diumpamakan kalau ada seseorang atau sebuah badan usaha memulai dengan meminta msyarakat untuk mengumpulkan sampah sisa-sisa makanan untuk dimasukkan kekantong plastik dan dijanjikan akan dikumpulkan dengan memberikan imbalan berupa uang tunai atau kupon bahan sembako. Kemungkinan adanya seseorang atau sebuah badan usaha untuk berbuat begitu, sangat tipis. Bahkan mendekati seperti pepatah "pungguk merindukan bulan".
Bagaiman jika kita melakukan jalan yang lebih praktis, lebih mendasar dan lebih gampang dalam melaksanakannya. Marilah kita menerima dengan sungguh-sungguh akan kata-kata:" Tidak akan ada perubahan kepada suatu kaum, kalau kaum itu sendiri tidak berusaha untuk mengadakan perubahan".
Marilah kita memulai untuk berusaha mengadakan perubahan dikalangan kita sendiri yaitu diantara tetangga- tetangga se "RT". Seyogianya dibicarakan dan diusulkan dalam pertemuan warga se "RT". Pertama, sepakat bahwa sampah sisa-sisa makanan atau sisa bahan makanan yang terbuang untuk dikumpulkan dimasing-masing rumah dan tidak dibuang sebagai sampah. Sisa-sisa makanan itu dikubur dilahan sekitar rumah, dengan menggali lubang. Setelah penuh lubang itu ditutup dengan tanah dan diratakan. Kemudian menggali lubang lainnya dan diisi dengan sisa-sisa makanan. Demikian seterusnya. Setiap lubang yang sudah ditutup setiap hari disirami dengan air. Air bekas mencuci makanan, atau air bekas mencuci beras.
Untuk mendapatkan tempat penanaman cabe merah yang lebih banyak, dapat saja ditanam didalam pot dengan memakai tanah yang diambil dari lubang galian sampah itu. Pot dapat dibeli melalui Koperasi. Pembelian pot dengan jumlah besar akan menurunkan harga. Setelah waktu tertentu, 3 bulan kemudian misalnya, seluruh warga RT berembug untuk mengumpulkan dana untuk membeli benih cabe merah. Benih cabe merah dibagikan dengan rata kepada setiap warga yang telah melakukan pembuangan sampah sisa makanannya di belakang rumah masing-masing. Setiap warga menanam benih cabe merah itu disekitar rumahnya.
Dibentuk "Koperasi" untuk menangani pengumpulan cabe merah nanti kalau sudah waktunya dipetik dan juga untuk usaha memasarkannya. Setiap warga menyerahkan hasil panennya, setelah diambil untuk keperluan sendiri, kepada "Koperasi". Hasil penjualan dibagikan kepada para warga berdasarkan jumlah cabe merah yang diserahkan didasarkan atas berat cabe merah itu. Sebahagian uang yang terkumpul dari hasil penjualan disimpan di "Koperasi". Dana ini untuk pembelian benih cabe atau benih tanaman bumbu dapur lainnya untuk ditanam kelak.
Setelah panen, batang dan daun cabe merah ini dipotong-potong dan di"kubur" dilahan dibelakang rumah, jangan lupa untuk disirami air setiap harinya. Kemudian memulai kembali menanam cabe merah atau menanam tanaman bumbu dapur lainnya. Mengingat harga cabe merah dipasaran, mungkin lebih baik untuk beberapa kali setelah panen menanam cabe merah lagi. Sebelum mencoba menanam dan memasarkan tanaman bumbu dapur lainnya.
Disamping usaha menanam cabe merah, juga diusahakan bersama dalam pengumpulan barang-barang "sampah" lainnya. Botol plastik, botol dari gelas, kaleng dan kertas-kertas serta karton. Juga "sampah" ini dijual ke badan usaha yang mengolah daur ulang "sampah" seperti itu tentu melalui Koperasi. Anggota warga yang tidak bekerja, mungkin pensiunan, diminta untuk menjadi para pekerja usaha "daur ulang" ini. Tentu diberi imbalannya. Disamping mereka akan mendapatkan kesibukan dalam usaha-usaha meluruskan otot-otot juga melatih otak untuk bekerja terus. Usaha untuk berolah-raga yang menghasilkan usaha nyata bagi RT dan lingkungan, seluruh RT bebas sampah. Suatu usaha yang patut dibanggakan.
Mudah-mudahan dimulai dari satu RT/RW akan menjalar ke RT/RW lainnya diseluruh kota. Seluruh kota bersih dari sampah, mengurangi adanya lalat yang nantinya menghasilkan lingkungan yang lebih sehat. Pembuangan sampah dari pasar-pasar tradisionil, seyogianya adalah tanggung jawab Kotapraja. Atau Kotapraja mengkontrakkan usaha pengumpulan dan pengangkutan sampah ini kepada swasta. kalau usaha sampah ini dimaksudkan untuk di"daur ulang" sebaiknya Kotrapraja memberikan kelonggaran dalam perpajakan umpamanya atau memberkan insentip lainnya. Mungkin dengan memberikan modal usaha dengan bunga yang rendah dari BPR.
Kemauan untuk merubah keadaan akan menghasilkan suatu perubahan yang akan menguntungkan para perubah itu sendiri dan menjalarkan usaha perubahan ini kepada kaum lainnya.
Kalau kita melihatnya dari segi "Daur Ulang", sebetulnya tidak ada apa yang dinamakan "sampah". Yang perlu dibuang jauh-jauh dengan dikubur atau dibakar hanya mayat dan bangkai. Selainnya dapat di-daur ulang dan dapat di-"uangkan". Kunci utamanya adalah "dapat di-uangkan". Bila masyarakat banyak, berpikir bahwa apa itu yang dinamakan "sampah" dapat diuangkan, mereka tak akan membuangnya begitu saja. Kemudian diberi jalan "bagaimana menguangkan sampah itu". Kalau ada seseorang atau badan usaha yang menyatakan :" masukkan sampah dapur sisa-sisa bahan makanan didalam kantong plastik", nanti akan kami ambil dan diberikan harga sekian rupiah setiap kilonya. Walaupun serupiah sekilo, para ibu-ibu RT akan mikir dua kali untuk membuangnya. Atau mungkin dengan jalan memberikan "kupon" untuk kantong plasrtik yang diambil. Dan setelah kupon terkumpul, si Ibu RT dapat meng-uangkanya di tempat tertentu. Atau mengganti kupon itu dengan bahan sembako.
Tentu disusul dengan, satu kantong hanya botol-botol dari gelas, satu kantong hanya botol plastik, satu kantong hany kaleng-kaleng, dst,dst. Bila ini menjadi kenyataan, apakah kiranya akan ada "sampah" bertumpuk dipasar atau dimana saja diseluruh kota ?
Sampah sisa-sisa makanan diolah untuk dijadikan pupuk, kemudian pupuk ini dijual kepada Ibu-ibu RT disertai benih cabe merah gratis. Dengan perjanjian agar menanam cabe merah ini dibelakang rumahnya. Kalau panen semua hasilnya akan dibeli. Hubungi nomer HP ini. Kalau satu RT semua rumah menanam cabe merah dibelakang rumahnya, bayangkan kalau Kota Bandung sebahagian besar rumah-rumahnya ada kebon cabe dibelakang rumah. Mungkin berkwintal-kwintal hasilnya kalau panen. Tak memerlukan perkebunan yang luas, tak perlu memerlukan peralatannya seperti traktor. Pasaran untuk cabe merah dapatr dijamin selama ada restoran Padang.
Disamping menambah penghasilan Ibu-ibu RT, juga sang Ibu tak perlu membeli keperluan bumbu dapur. Diatur sedemikian rupa bahwa satu RT menanam cabe merah, RT lainnya menanam cengek, RT yang lainnya kencur, RT yang lainnya jahe, RT yang lainnya koneng, bawang, seledri dllnya.
Aalangkah baiknya usaha setiap RT ini dikelola oleh "Koperasi", diketuai oleh Ketua RT.
Mungkin akan timbul persoalan baru. Pasar tradisionil sepi, karena tidak ada Ibu-ibu belanja bumbu dipasar. Atau mungkin Pasar Tradisionil mati. Namun kemungkinan muncul Toko-toko baru yang menjual sayuran,daging dsbnya dengan peralatan modern, seperti lemari pendingin. Lemari-lemari ini disamping disi dengan sayuran dan buah-buahan juga diisi dengan botol-botol miinuman segar. botol-botol minuman rasa jeruk nipis, jeruk ini jeruk itu, minuman jahe, minuman asem, es teler atau "goyobod' ( aya keneh anu ngicalan goyobod, Ncep Wildan?).
Pasar tradisinil mati, tumbuh toko-toko macam ini. Malah mungkin lebih menguntungkan bagi si Ibu RT, tidak perlu pergi jauh-jauh kepasar kalau setiap RT ada toko seperti ini. Disamping timbul usaha-usaha baru untuk memprodusir barang dagangan baru. Minuman rasa buah-buahan akan timbul, kita mempunyai 1001 macam buah-buahan.
==sn081511==
Menurut Beverage Marketing Corp, rakyat Amerika rata-rata mengkonsumsi 6 liter air kemasan pada tahun 1976.