وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
"Nol " Sampah merupakan salah satu topik yang akan diangkat pada acara Ciderum Education Festival, http://cef.negeripelangi.com/
Kalau berbicara sampah seperti botol plastik, cangkir plastik, kaleng, botol gelas, karton, kertas dan kertas koran, apalagi di kota besar tidak merupakan persoalan yang rumit. Begitu sampah dibuang dibak sampah depan rumah dalam satu hari saja sudah bersih dari sampah yang disebutkan diatas. Sampah dapur dapat ditanggulangi dengan pemakaian cara Keranjang Komposter Takakura ataupun Gentong Komposter Takakura untuk dijadikan kompos dirumah. Praktisnya, "nol" sampah sudah tercapai.
Yang menjadi persoalan sekarang dan dikemudian hari ( 25 - 50 tahun yang akan datang) adalah sampah kemasan plastik seperi keresek, pembungkus makanan, pembungkus sayuran, di desa-desa dan kota kecil yang tidak mempunyai Dinas Kebersihan kota. Penduduk membakar sampahnya termasuk kemasan plastik dihalaman belakang rumahnya, atau menggali lubang untuk pembuangan sampah beserta kemasan plastiknya. Ini yang sangat membahayakan, plastik dibakar sangat membahayakan paru-paru, menyebabkan kanker. Plastik dibuang di galian dan ditutup dengan tanah juga membahayakan. Tanah akan menjadi tidak subur untuk ditanami. Plastik akan tetap plastik 50 tahun atau 100 tahun yang akan datang, tidak akan membaur dengan tanah. Plastik didalam tanah akan menghambat akar-akar tanaman untuk mencari makanan didalam tanah. Plastik yang dipakai untuk kemasan makanan jadi seperti kerupuk, gorengan dan yang dipakai untuk kemasan minuman, terutama es krim, sirup yang mana kebanyakannya di beli oleh anak-anak, kemasannya dibuang begitu saja dijalanan atau halaman rumah. Hujan turun, kemasan plastik terbawa masuk selokan dan akhirnya masuk sungai. Yang mana kemungkinan besar sebagai penyebab banjir. Kalapun terdampar dan memenuhi air dipinggiran sungai, menyebabkan kematian ikan-ikan kecil yang baru keluar dari telur.
Salah satu jalan keluar untuk menanggulangi sampah kemasan plastik adalah kesadaran warga di kampung untuk mengumpulkannya. Pemda membangun tempat pembakaran di setiap Kecamatan. Pengangkutan sampah plastik kemasan dari tempat-tempat pengumpulan di kampung-kampung ketempat pembakaran ditanggung oleh Pemda. Cerobong asap di tempat pembakaran dipasang "filter" untuk menahan agar "asap plastik" tidak keluar keudara. Atau, pabrik kemasan plastik diwajibkan untuk mendaur ulang sampah kemasan plastik . Sampah kemasan plastik diangkut oleh truk milik Pemda ke pabrik. Dengan demikian pembangunan Tempat Pembakaran sampah plastik kemasan tidak diperlukan. Menghindari ongkos yang besar untuk "filter" khusus menahan "asap plastik".
Jalan lain adalah membentuk BUMN/BUMD untuk mengolah kembali kemasan plastik sebagai bahan baku untuk industri plastik. Mungkin cara ini akan menghemat devisa dalam pengimporan pellets plastics, disamping menyerap tenaga kerja. BUMN/BUMD yang mengelola sampah kemasan plastik tidak perlu mengambil keuntungan, kalau saja berhasil menutupi ongkos pengoperasian sudah dianggap memadai.
Atau mungkin, dengan rencana Pemerintah menghilangkan subsidi BBM, dapat dialihkan subsidinya untuk usaha-usaha mendaur ulang sampah kemasan plastik.