وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Professor Stephen Salter,engineer di University of Edinburg, UK dan Prof John Latham, atmospheric phycisist di University of Manchester & NCAR, Colorado, USA., telah mengadakan penyelidikan dalam usaha menanggulangi “Global Warming”.
Indonesia sebagai negara nomor empat didunia dalam jumlah penduduk, dapat ikut aktif dalam usaha menanggulangi pemanasan dunia ini. Pemerintah, apabila ikut aktif dalam partisipasi pengurangan kenaikan suhu di planet ini adalah pantas sekali dalam usaha menaikkan kesejahteraan rakyatnya. Mungkin bencana alam akan berkurang, seperti gempa dan angin ribut. Tidak lagi mengalami musim kemarau yang kepanjangan. Mengingat panjangnya pantai-pantai diseluruh Nusantara, usaha untuk mencegah kenaikan suhu air laut besar dampaknya kepada tanaman pesisir seperti tanaman bakau. Tanaman bakau yang sehat sebagai habitat ikan-ikan kecil yang merupakan pemula dalam lingkaran "chain of food" dilautan. Hutan-hutan tropis dapat lebih mendapat air hujan, menyuburkan hutan-hutan dan tentunya binatang-binatang dan serangga penghuni hutan tropis akan berkembang biak dengan baik.
Marilah kita baca lebih lanjut mengenai penyelidikan Prof. Salter dan Prof. Latham dan apa kiranya kontribusi Indonesia dalam usaha pencegahan pemanasan bumi yang berkelanjutan ini.
Prof. Stephen Salter dan Prof. John Latham mendapat kesimpulan bahwa untuk mengurangi suhu udara karena "Green House effect" ini, perlu diusahakan agar sinar matahari yang menyinari bumi untuk dikurangi, dengan demikian dapat menghasilkan usaha dalam mencegah kenaikan suhu udara dikarenakan oleh CO2. Seperti diketahui bahwa CO2 ini dihasilkan dari pembakaran minyak bumi (fossil fuel), dari mesin-mesin kendaraan, nesin kapal laut terutama.
Pengurangan sinar matahari itu ialah dengan memantulkan sinar matahari kembali ke angkasa. Pemantulan sinar matahari ini dapat dilakukan dengan membuat awan buatan dari jenis "marine startocumuli" dengan ketinggian sekitar 400 feet diatas muka bumi. Pembuatan awan buatan ini ialah dengan menyemprotkan "embun-embun air laut" dengan ukuran seper-sepuluhribu sentimeter ke angkasa. Jumlah yang diperlukan adalah 50 cuft per detik. Kalau saja 1/4 dari permukaan laut didunia ini berawan awan buatan ini, sudah cukup untuk menahan kenaikan suhu udara.
Untuk percobaan ini, Prof Salter itu telah membangun kapal Trimaran dan dipasang dikapal itu dua “menara rotor”. Menara dimana didalamnya dipasang rotor-rotor yang diputarkan dengan listrik. Kapal Trimaran ini, berlayar dengan kecepatan 6 knots dengan putaran rotor-rotornya sekitar 300 RPM. Membuktikan bahwa tenaga penggerak angin bekerja seperti yang diharapkan. Tenaga penggerak angin dengan memakai menara rotor-rotor ini bukan barang baru. Pada tahun 1922 Anton Flettner, seorang ahli pesawat udara Jerman, membangun kapal dilengkapi dengan tiga menara rotor ini dan berlayar dari Eropa ke Amerika. Namun usaha ini tidak diteruskan karena kecepatannya yang terbatas. Kapal-kapal dengan tenaga penggerak mesin uap dan berikutnya dengan mesin diesel mempunyai kecepatan yang menguntungkan perusahaan pelayaran dalam penyeberangan Pelayaran Samudra.
Cara bekerja “menara rotor” ini sebagai pengganti "layar" ialah sebagai berikut: Haluan kapal mengarah ke Timur. Angin bertiup dari Selatan. Didepan menara, angin yang bertiup searah dengan putaran rotor (counter clockwise), mengakibatkan tekanan udara yang rendah. Dibelakang menara, arah angin bertentangan dengan putaran rotor, kecepatan angin diperlambat mengakibatkan tekanan udara yang lebih besar dari pada tekanan udara yang didepan menara. Perbedaan tekanan ini mendorong kapal maju.
Dalam usaha menanggulangi "Global Warming" ini, kedua professor itu memperhitungkan apabila dibangun kapal dengan tiga menara rotor, serta dari tengah-tengah menara itu disemprotkan "embun-embun air laut" ke angkasa. Diperkirakan dengan jumlah 1500 kapal tanpa anak buah ini (dikemudikan dengan radio) berlayar mundar mandir di Samudara-samudra dan lautan-lautan diseluruh dunia. memadai untuk menurunkan temperatur akibat dari “Green House Effects” ini. Kapal-kapal itu dikontrol dengan satelit, bila terjadi hal-hal yany tidak diharapkan ( dengan penyemprotan “embun-embun air laut ” ke angkasa), dapat dengan segera penyemprotan dihentikan dan dalam beberapa hari akan kembali ke keadaan normal.
Tenaga listrik untuk keperluan penyemprotan ini, dihasilkan dari turbine yang dipasang dibawah permukaan laut diburitan. Turbin berputar karena arus laut akibat dari kapal itu bergerak maju.
Apa hubungannya kapal menara rotor ini yang menyemprotkan embun-embun air laut ke angkasa dengan Indonesia ?
Melihat jumlah kapal menara rotor itu yang diperlukan untuk usaha ini (1500 kapal), apakah kiranya kita dapat menawarkan beberapa ratus pulau-pulau terpencil untuk dibangun menara penyemprot embun-embun air laut itu ke angkasa ?
Pulau sepanjang pantai Barat Sumatra, Pulau Sabang di Utara, Pulau Natuna di Laut Cina Selatan, Kepulauan Seribu di Teluk Jakarta, Pulau Karimun Jawa di laut Jawa, terus ketimur, Maluku Utara , Maluku Selatan, Nusa Tenggara, bila dibangun menara-menara ini yang terbentang sejauh 3000 mil, pasti akan besar dampaknya kepada usaha penyemprotan embun-embun air laut ke angkasa. Akan lebih murah ongkos pembangunannya, dan akan mempunyai dampak positif akan peningkatan kesejahteraan penduduk sekitar menara-menara itu.
Memberikan gagasan akan pemasangan menara penyemprotan untuk dipasang di kapal-kapal berbendera Merah Putih dan Kapal Layar Pinisi. Ongkos-ongkos pemasangan dan ongkos pemeliharaan ditanggung oleh Badan internasional. Membuka pintu untuk usaha baru disetiap Pelabuhan diseluruh Nusantara. Usaha pabrik alat-alat penyemprotan itu, usaha pemasangannya dan pemeliharaanya. Untuk pemasangan di Kapal Layar Pinisi, generator listrik yang dipasang dianjurkan memakai generator listrik yang lebih besar. Dengan demikian ada tenaga listrik untuk keperluan di Kapal Layar Pinisi itu. Seperti penerangan lampu-lampu navigasi, Radio dan GPS dengan Satelit, untuk keperluan lemari es bagi ABK atau mungkin untuk tenaga kamar pendingin dalam pengangkutan ikan, daging dan sayuran. Atau sebagai tenaga penggerak kapal sewaktu masuk/keluar pelabuhan dan waktu bersandar di dermaga.
Merancang dan menciptakan tiang layar yang befungsi ganda, sebagai tiang layar juga sebagai cerobong penyemprotan embun air laut ke udara. Dengan kemajuan teknologi sekarang ini, mungkin saja dapat diciptakan tiang layar yang ringan , kuat dan lebih tinggi lagi. Dengan demikian penyemprotan embun air laut ke udara akan lebih efisien juga sebagai tiang layar yang dapat digantungkan layar yang lebih besar sehingga lebih efisien bila ditiup angin yang mana akan menghasilkan Kapal Layar Pinisi yang cepat.
Jumlah menara-menara penyemprotan embun air laut ke angkasa ini di pulau-pulau diseluruh Nusantara serta di Kapal-kapal Nusantara dan Kapal Layar Pinisi mungkin dapat melebihi 1500 kapal menara yang diperlkirakan oleh kedua Profesor itu yang dianggap cukup untuk menahan kenaikan suhu udara di permukaan Planet Bumi ini.
Global Warming sudah merupakan persoalan dunia. Walaupun asal-usulnya adalah tidak lain dari ulah Negara-negara Industri dengan pemakaian fossil fuel di pabrik-pabrik maupun di kendaraan-kendaraan. Biarlah mereka yang membangun menara-menara itu, kita menyediakan pulaunya. Tentunya diusahakan jangan pulau-pulau yang tak perpenduduk sama sekali. Diusahakan pulau yang berpenduduk, dimana penduduk setempat dapat memetik keuntungan dengan adanya menara-menara itu. Mulai dari pembangunannya, pemeliharaannya serta pengadaan tenaga listriknya apakah tenaga angin atau tenaga listrik dari pasang surut atau arus laut. Dimana dananya semua ini datangnya dari dana Internasional, karena ini adalah demi untuk kepentingan Internasional. Keberadaan menara-menara dipulau-pulau, akan berakibat menaikan taraf kehidupan penduduk setempat. Pembangunan menara-menara itu, tidak merupakan beban besar bagi Pemerinatah R.I. dalam perongkosannya. Cukup menyediakan tanah dan air laut, serta tenaga pekerja.
Kemudian dipulau-pulau tersebut karena didanai oleh dana internasional, kita dapat meminta PBB untuk ikut mengulurkan tangan membantu dalan segi pendidikan, kesehatan, mengundang WHO, Unesco, UNDP dll. Pendidikan melaui TV Satelit, terutama pengetahuan kejuruan. Pertanian, teknik mesin-mesin diesel ( mesin kapal dan mesin generator PLN), perikanan dan pertanian. Mungkin membuka "research facilities" mengenai penyelidikan kelautan tropis pendidikan para ahli pemeliharaan menara-menara penyemprotan embun-embun air laut ke angkasa.
Kerja sama Internasional dalam usaha menanggulangi pemanasan planet bumi ini, mungkin dapat disodorkan gagasan pembangunan menara di pulau-pulau serta pemasangan alat penyemprotan embun air laut di kapal-kapal berbendera merah putih dan terutama di Kapal Layar Pinisi, sebagai sumbangan Bangsa dan Negara Indonesia.
Disini dapat kita lihat bahwa Negara Kepulauan itu, tidak saja dibidang Pelayaran, Kepelabuhanan dan Perikanan Laut, ternyata jauh lebih luas lagi. Dalam hal ini ikut serta secara aktif dalam menanggulangi persoalan Planet Bumi. Sangat tepat bahwa Deklarasi Djuanda itu yang meyatakan bahwa NKRI adalah negara kepulauan.
MangSi 043012++