وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Ya Allah, aku mau bertanya. Kenapa Allah memberikan kekayaan dan kekuasaan kepada orang Muslim di Indonesia? Aku tidak mengerti. Pada saat aku datang ke pesantren anak yatim dan ketemu anak yatim dan dhuafa yang tangan, lengan, kaki, pantat dan hampir seluruh tubuhnya penuh dengan luka dari parasit skabies (kudis), yang kulitnya terinfeksi, penuh dengan bisul dan nanah, yang aku pikirkan adalah orang Muslim yang kaya di sini. Kenapa mereka bisa membiarkan anak yatim menderita berbulan-bulan? Apa karena tidak tahu? Atau karena “tidak mau tahu”? Ada begitu banyak banyak Muslim yang kaya di sini, tapi hanya sedikit yang peduli. Kalau dikasih gunung emas, mereka akan kejar gunung emas yang kedua. Kenapa Allah memberikan kekayaan dan kekuasaan kepada orang Muslim di sini? Aku tidak mengerti.
Dalam ceramah, banyak ustadz membicarakan “orang kafir” yang tidak beriman kepada Allah. Tapi di semua negara maju, pengusaha, pemimpin, dan pejabat adalah “orang kafir” itu. Mereka tidak beriman, tapi negara mereka bersih, sejahtera, teratur dan tidak ada anak yatim dan dhuafa yang jatuh sakit berbulan-bulan, tanpa ada yang peduli. Tapi di sini, keahlian para pengurus negara dan pengusaha kaya tidak digunakan untuk memajukan seluruh masyarakatnya, tapi digunakan di “bidang korupsi” saja. Dana pendidikan dikorupsi, dana sosial dikorupsi, pajak negara dikorupsi, dana Haji dikorupsi, dan percetakan Al Qur’anpun dikorupsi. Apa yang tidak dijadikan “kesempatan korupsi” oleh orang Muslim di negara ini? Kok “orang kafir” tidak begitu? Kok “orang beriman” bisa? Kenapa Allah memberikan kekayaan dan kekuasaan kepada orang Muslim di sini? Aku tidak mengerti.
Ketika mencari klinik dokter untuk ambil obat, aku pakai GPS, koordinasi lewat HP, naik mobil, dapat obat, dan akhirnya bisa melakukan pengobatan. Di komputer, pakai program Excel untuk membuat daftar anak dan dosis obat, lalu diprint dan difotokopi. GPS, HP, mobil, obat, cara pengobatan, komputer, program Excel, printer, mesin fotokopi, listrik, dan semua barang lain yang digunakan untuk mempermudah proses pengobatan itu adalah ciptaan orang kafir. Lalu apa yang diciptakan oleh orang Muslim di negara ini yang menjadi bermanfaat untuk umat manusia di seluruh dunia? Sudah dikasih negara yang luas dan subur, laut dan hutan, bahan dan zat berharga di bawah tanah, dan seterusnya. Tapi yang terjadi adalah semua orang Muslim di semua lapisan melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme agar bisa lebih kaya dan lebih kuat lagi. Dan anak yatim dibiarkan menderita dan tinggal dalam kemiskinan seumur hidup. Keahlian yang paling menonjol dari umat Islam di sini adalah menjadi “ahli korupsi”. Kenapa Allah memberikan kekayaan dan kekuasaan kepada orang Muslim di sini? Aku tidak mengerti.
Orang Muslim yang miskin mengatakan “Saya tidak bisa bantu, uang saya pas-pasan”, sambil isap rokok. Orang “miskin” itu membakar lebih dari 120 triliun rupiah per tahun, dalam bentuk “rokok”. Tapi untuk anak yatim yang sakit dan lapar, orang miskin itu merasa tidak bisa bantu karena “tidak ada uang”. Lalu membakar 120 triliun rupiah. Jadi ternyata orang Muslim yang miskin dan kaya tidak jauh beda. Dikasih uang seberapapun, tidak pernah cukup untuk membuatnya bersyukur kepada Allah sampai merasa bisa membantu anak yatim dan dhuafa. Kecuali sedikit sekali orang Muslim yang selalu siap membantu dan sudah bergerak sendiri. Tetapi yang lain? Kenapa Allah memberikan kekayaan dan kekuasaan kepada orang Muslim di sini? Aku tidak mengerti.
Aku ingin ambil foto tangan anak yang terinfeksi ini, membuat poster sebesar 10m x 10m dan taruh dalam ruang sidang DPR. Jadi setiap kali “wakil rakyat” itu mau bahas rencana “studi banding”, mereka bisa lihat apa yang dialami oleh anak yatim di sini. Dan aku juga mau taruh foto ini di depan meja kerja setiap pejabat negara, dari Presiden sampai ke RT, agar mereka bisa melihat apa yang dialami anak kecil di dalam wilayah kekuasaan mereka. Kenapa Allah memberikan kekayaan dan kekuasaan kepada orang Muslim di sini? Aku tidak mengerti.
Setelah aku minta bantuan kepada lebih dari 10.000 orang Muslim (lewat email dan Facebook), akhirnya terkumpul lebih dari 20 juta rupiah dalam 3 hari. Alhamdulillah. Tapi bukan 10.000 orang Muslim yang menyumbang. Hanya 25 orang. Yang lain diam saja. Mungkin sambil isap rokok, mereka merasa tidak ada uang untuk membantu anak yatim. Atau mungkin mereka memikirkan mobil baru yang mau dibeli pada tahun ini. Kalau Rasulullah SAW bisa hidup sekarang, dan duduk dengan anak yatim yang sakit berbulan-bulan, apa yang akan dia pikirkan? Kalau melihat orang Muslim yang kaya yang sibuk menikmati uangnya, dan melihat orang Muslim yang miskin yang lebih peduli pada rokoknya, apa yang akan dirasakan di dalam hatinya Nabi Muhammad SAW? Apakah bangga (karena masih ada sedikit orang Muslim yang mau membantu)? Atau apakah dia akan merasa MALU karena harus mengakui orang seperti kita sebagai “pengikutnya”? Kenapa Allah memberikan kekayaan dan kekuasaan kepada orang Muslim di sini? Aku tidak mengerti.
Wassalam,
Gene Netto
Assalamu'alaikum wr.wb.,
Teman-teman, minggu kemarin ada banyak sekali berita tentang anak yang tawuran, yang membunuh anak dari sekolah lain dengan sikap kejam. Berita itu masuk semua media, saya dan pakar pendidikan yang lain membahasnya, polisi bicara, pemda bicara, psikolog bicara. Ini menjadi topik yang sangat besar dan dibahas secara luas. Lalu pada jumat kemarin, saya ikut shalat jumat seperti biasa. Dari melihat semua yang sedang terjadi dalam minggu itu (dua anak di Jakarta tewas dalam tawuran), saya kira mungkin khatib akan manfaatkan kesempatan itu untuk membahas akhlak seorang anak Muslim, peran orang tua dalam mendidik anaknya dan sebagainya. Ternyata saya salah. Temanya untuk khutbah minggu kemarin? Hikmah Ibadah Haji!
Ternyata, ibadah haji adalah salah satu dari rukun Islam yang wajib bagi mereka yg mampu. Rugilah kalau tidak haji katanya. Balasan haji yang mabrur adalah sorga. Dan begitu seterusnya. Lebih dari 50% jemaah begitu terpesona dan tertarik, mereka menundukkan kepala dan hampir tidur (atau tidur benaran). Anak-anak di lantai atas lebih senang ngobrol dan bercanda sama teman-temannya, daripada mendengarkan semua info yang sama lagi.
Khatib tidak membahas akhlak Nabi atau bagaimana caranya Nabi membina anak. Tidak membahas peran orang tua dan anggota masyarakat lain dalam membina generasi mendatang dengan akhlak yang baik. Seorang bapak perlu memberikan kasih sayang terhadap anak laki-laki. Kalau sering dipukul, dihardik, diremehkan, disalahkan dsb. maka anak bisa merasa stres dan trauma, masuk sekolah dalam keadaan tidak bahagia, dan cepat cari kesempatan ribut. Tapi siapa yang akan mengingatkan para bapak tentang tugas mereka sebagai pembina anggota ummat Islam untuk masa depan?
Mungkin sebagian dari anak yg ikut tawuran merasa putus asa karena merasa tidak ada yang sayangi mereka. Mereka siap perang di jalan karena benar-benar tidak peduli kalau hidup atau mati, dan tidak terlalu memikirkan masa depan. Buat apa hidup terus kalau tidak dapat kasih sayang yang benar dari orang tua? Di sekolah ditegur terus oleh guru karena tidak konsentrasi penuh, karena bicara di kelas, karena sepatunya salah, karena pakai gelang, atau karena rambutnya lebih panjang dari 4 senti. Di rumah juga dimarahi terus oleh bapak atau ibu. Anggota masyarakat di pinggir jalan bicara dengan kasar kepada anak sekolah, cepat marah dan mengusir karena kumpul di depan warung, dan seterusnya. Jadi dari mana mereka bisa merasakan kasih sayang dan dapat contoh yang baik?
Dengan ustadz di masjid atau di sekolah, mereka diajarkan fiqih shalat, fiqih puasa, fiqih haji, dan cara membaca Al Qur'an dalam bahasa Arab tanpa harus dipahami teksnya. Ilmu nomor dua, baca saja yang penting. Dari mana mereka akan belajar kasih sayang dan akhlak mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah? Di sekitar mereka mungkin sedikit sekali orang dewasa yang mencontohkannya. Lebih sedikit lagi yang mau habiskan waktu duduk dengan mereka dan ajarkan mereka secara langsung, mendengarkan mereka dengan baik, mendengarkan semua keluh-kesah mereka, dan nasehati dengan lembut dan bijaksana. Jadi dari mana mereka bisa belajar?
Pada saat seorang ahli agama dapat kesempatan bicara kepada ribuan pria yang menjadi bapak, kakek, om, polisi, pejabat, tetangga dan bahkan guru sekolah, yang dibahas bukan cara membina anak muda agar menjadi orang Muslim yang mulia, tapi yang dibahas adalah hikmah ibadah haji sekali lagi, dan sepertinya membaca dari teks yang dibaca pada tahun kemarin juga! Mungkin yang hadir sudah mendengar info yang sama ratusan kali. Jadi karena itu, tidak banyak yang mau dengar. Dan mungkin pada sore itu, ada tawuran lagi. Dan semua orang dewasa gelengkan kepala dan bertanya, "Kok anak kita tidak berakhlak secara baik sekarang?" tanpa berfikir tentang peran semua orang dewasa dalam membina anak muda. Orang dewasa itu tidak bertanya, "Apa saya sudah menjadi contoh yang baik untuk anak bangsa, yang pantas ditiru, dan sesuai dengan contoh Rasulullah SAW?"
Dan pada hari jumat minggu ini, ada kesempatan lagi untuk membahas sesuatu yang benar-benar bermanfaat bagi ribuan orang yang hadir di masjid. Jadi temanya apa pada minggu ini dari khatib yang berbeda…? Hikmah Ibadah Haji! Sekali lagi!! (Padahal yang mau haji sudah berangkat!!!) Khatib tidak membahas orang yang berangkat haji dengan uang korupsi. Tidak membahas orang yang lebih sibuk belanja daripada ibadah di tanah suci. Tidak membahas orang yang kembali setelah haji dan kembali ke semua keburukan yang sama yang menjadi kebiasaannya sebelum berangkat.
Kalau khutbah Jumat bisa membahas masalah yang merupakan realitas di lapangan, yang menyentuh kehidupan ummat Islam sehari-hari, mungkin jumlah tawuran akan berkurang bukan bertambah, dan orang yang hadir dalam shalat jumat akan mau dengar daripada tidur.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto